Entrepreneurship menjadi “word of the year” di Indonesia saat ini. Sebuah media di Inggris menyebut Indonesia saat ini mengalami gelombang entrepreneurship tertinggi di dunia yang ditandai dengan munculnya anak-anak muda yang senang dengan dunia usaha.
Namun jumlah entrepreneur di Indonesia tidak mengalami peningkatan berarti. Bahkan angka 0.5% pun belum tercapai. Padahal Mc Leland mensyaratkan 2% penduduk adalah entrepreneur jika sebuah negara ingin menjadi negara maju. “Masalah besarnya ada pada pemimpin negara ini yang tidak memiliki jiwa entrepreneur. Sehingga entrepreneurship tidak berkembang secara maksimal,” ungkap Presiden IIBF, Ir. Heppy Trenggono, MKomp.
Heppy mengungkapkan hal itu di depan 102 orang anggota FBN atau Forum Komunikasi Bina Kerohanian Islam Nasional, sebuah organisasi yang terdiri dari gabungan seluruh institusi negara mulai dari kementrian, BUMN, hingga TNI/ POLRI.
Namun jumlah entrepreneur di Indonesia tidak mengalami peningkatan berarti. Bahkan angka 0.5% pun belum tercapai. Padahal Mc Leland mensyaratkan 2% penduduk adalah entrepreneur jika sebuah negara ingin menjadi negara maju. “Masalah besarnya ada pada pemimpin negara ini yang tidak memiliki jiwa entrepreneur. Sehingga entrepreneurship tidak berkembang secara maksimal,” ungkap Presiden IIBF, Ir. Heppy Trenggono, MKomp.
Heppy mengungkapkan hal itu di depan 102 orang anggota FBN atau Forum Komunikasi Bina Kerohanian Islam Nasional, sebuah organisasi yang terdiri dari gabungan seluruh institusi negara mulai dari kementrian, BUMN, hingga TNI/ POLRI.
Heppy mengungkapkan, negara-negara yang maju di dunia adalah negara yang dipimpin oleh pemimpin yang memiliki mindset entrepreneurship. Karena pemimpinnya tidak memiliki jiwa entrepreneurship ini kekayaan yang melimpah tidak bisa menjadi alat untuk kejayaan bangsa sendiri tetapi malah menjadi alat bangsa lain untuk membangun negerinya. Kasus import sapi dan import sejumlah produk hasil pertanian seperti garam, daging ayam, jagung, tapioka, cabe, bawang merah, beras dan lain-lain adalah bukti bahwa pemimpin negara ini tidak memahami entrepreneurship atau ilmu membangun dan mengelola kekayaan. Maka wajar jika entrepreneurship di Indonesia pertumbuhannya sangat lamban. Keadaan ini sesungguhnya adalah akibat lanjut dari kebingungan terhadap entrepreneurship itu sendiri.
Ada 4 kebingunan umum dalam memandang entrepreneurship :
Pertama, entrepreneurship itu bukan untuk saya. Banyak orang beranggapan bahwa entrepreneurship itu adalah sebuah atribut yang hanya dimiliki oleh para pengusaha saja. Sehingga orang yang bukan pebisnis menganggap tidak perlu memiliki jiwa entrepreneurship. “Entrepreneurship itu harus dimiliki oleh semua orang, apakah dia seorang pegawai, ibu-ibu rumah tangga terlebih-lebih para pemimpin. Bagaimana seseorang yang memimpin sebuah negara akan membangun kesejahteraan bangsanya jika dia tidak faham tentang bagaimana membangun dan mengelola kekayaan negerinya,” kata Heppy. menurut Heppy, membangun kekayaan pribadi, kekayaan keluarga, kekayaan perusahaan dan kekayaan negara itu prinsipnya sama. Sama-sama sederhana. Namun sederhana bukan berarti mudah.
Kedua, Satu-satunya yang dibutuhkan adalah modal. Ada anggapan umum bahwa modal adalah satu-satunya hal yang paling menentukan untuk menjadi entrepreneur. Faktanya, hampir sebagian pebisnis sukses dan berhasil hari ini adalah orang yang memulai dari nol atau modal yang sangat minim. Dan banyak orang yang memulai bisnis dengan modal besar tidak bisa membangun bisnis malah jatuh dalam lilitan hutang. “Ibarat makanan, modal itu adalah api yang akan mematangkan masakan, bukan bagian dari resep untuk membuat makanan itu sendiri. Jika terlalu kecil maka makanan akan mentah dan tidak matang dan jika terlalu besar makanan itu akan terbakar,” jelas Heppy. Heppy mencontohkan. berapa banyak uang-uang pemerintah hilang dan tidak pernah kembali dalam membangun entrepreneur di masyarakat. Mengapa? Karena masalah pokok membangun entrepreneur itu tidak disentuh, yakni Kompetensi. Kompetensi itu lanjut Heppy perlu waktu untuk menguasainya.
Ketiga, Sukses bisnis itu harus dengan ide “brilian” dan produk yang unik. Maka banyak orang yang berbisnis dengan membuat sebuah produk yang belum pernah dibuat oleh orang lain. Dia menganggap semakin unik produknya itu maka semakin besar kemungkinan untuk menuai sukses bisnis. Faktanya, orang yang sukses bisnis adalah orang yang menjual produk yang justru banyak dijual orang lain. “Makanya Indonesia ke luar negeri yang dipamerkan adalah barang-barang kerajinan yang unik-unik. Sementara China yang dipamerkan adalah kebutuhan sehari-sehari . Pertanyaannya berapa banyak orang yang akan membeli barang-barang unik itu?” tanya Heppy. Banyak orang yang jatuh dalam bisnis karena terlalu terobsesi dengan produknya. Dia pikir dengan menjual produk yang dia senangi itu akan membuat bisnis berhasil. Sementara dia lupa bahwa bisnis sukses itu adalah menjual produk yang disenangi oleh customer.
Keempat, Untuk menjadi sukses dan kaya harus bertentangan dengan nilai-nilai ketaqwaan. Korupsi atau melakukan hal-hal buruk dalam membangun bisnis adalah karena split pemahaman bahwa kaya itu tidak harus takwa. Sebaliknya untuk menjadi orang yang bertakwa tidak dengan jalan kekayaan. “Kekayaan tertinggi itu hanya akan dicapai oleh orang-orang yang bertakwa,” ungkap Heppy. Dan dengan kekayaan sangat banyak hal yang bisa dilakukan untuk menjadi orang yang takwa. Asalkan kekayaan itu dibangun dan digunakan seperti yang tertera dalam Alqur’an dan Hadits. Indonesia, menurut Heppy tidak akan pernah bisa membangun kekayaannya jika tidak berpedoman pada kedua kitab itu. Semua orang mengaku percaya dengan ajaran Alqur’an tetapi sedikit orang yang benar-benar meyakininya. “Makanya sangat sedikit sekali yang menjalankannya,” kata Heppy.
sumber : http://iibf-indonesia.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar